Diracik oleh Unknown | Label: karya kopi | Pada Selasa, 07 Februari 2012 pukul 21.57
MASA PUBER (POLITIK)
Panggung menggambarkan sebuah tempat yang pekat akan politik
yang sangat tidak dewasa. Tuan-tuan dan nyonya-nyonya berpenampilan rapi
memenuhi area. Ac yang menyejukkan ruangan telah gagal mendinginkan suasana
para petinggi ini. Mereka memalsukan semuanya.
Seorang aktor sendirian di panggung
Hendrawan: Sssshhhtttt….jangan berisik (ke arah penonton) jangan
berisik (semakin keras) JANGAN BERISIK!!! (teriak)
Hendrawan: Kalian tahu ini? (Mengambil bolpoin dari
kantong jas) banyak pepatah mengatakan kalau ini lebih tajam dari pisau.
Ternyata jaman sudah berkembang.kalian boleh bimbang lebih hebat mana di antara
senjata ini (mengeluarkan segebok uang dari kantongnya). Ya, Kalian benar… ini
adalah uang.
Masuklah orang yang berpakaian lusuh dan kotor…sosok pengemis
yang bernama Prapto
Prapto: pak, lihat
aku…tatap dalam-dalam mataku.
Hendrawan: siapa kamu?
Prapto: aku adalah cerminan dirimu. Kalau gak
percaya, lihat jauh kedalam dirimu. Kamu jadi seperti ini karena aku. Dulu kamu
kutolong dengan hak suaraku
Hendrawan: (berlagak bingung) memangnya kamu ini pesulap?
(kembali berinteraksi dengan penonton) akan saya buktikan, betapa hebatnya
benda ini (menunjukkan uang ke penonton). Dengan ini berubahlah kamu.
Musik superhero dimainkan. Prapto menari dengan gayanya
seperti pahlawan. Tariannya didominasi dengan gerakan layaknya pahlawan
bertopeng di kartun “Sinchan”. Dengan cepat penari latar masuk dan nari bareng
dengan tarian seperti Prapto. setelah music selesai, para penari latar kembali masuk
ke balik panggung.
Prapto: baik, aku akan berubah (lari ke balik
panggung dan masuk kembali dengan pakaian yang rapi seperti Hendrawan)
Hendrawan: inilah hebatnya uang. Semuanya bisa dirubah
dengan ini…ha..hahahaaa
Prapto: (mengeluarkan senjata tajam dan bersiap
menikam Hendrawan) MATI KAU!!! (lampu mati dengan diselingi suara pisau yang
bertatapan). (lampu menyala Prapto membawa pisau yang berlumuran darah)
hahahaaa… memang benar uang bisa lebih hebat dari senjata apapun. Negeri ini
belum dewasa. Menikam penolongpun halala hukumnya. Politik ini belum dewasa…
hwahahaha…
Masuk sesosok guru yang membawa tas seperti guru pada umumnya
serta diiringi musik .
Guru: betapa hancurnya negeri ini. orang tak
berpendidikan ikut campur mengurusi Negara. Bahkan orang bodoh sepertiku
dijadikan tenaga pengajar, PNS lagi.
Prapto: siapa yang kamu maksud? Aku ini orang
terpelajar. Lihat saja raportku, begitupandainya aku sampai nilaiku diperjelas
dengan spidol merah. Aku juga cukup pandai untuk memperoleh ijazahku dengan
membelinya. Aku juga mampu menikam para
rival politikku.
Guru: sangat pandai (sambil tepuk tangan)
Skema ini juga aku tunjukkan dalam perkuliahanku dulu. aku menyebutnya ibadah,
tapi temanku bilang pergerakan. Mereka juga bilang serakah dan tukang
manipulator, aku sebut ini politik. Betapa tidak dewasanya hidupku. Hidup
kotorku berlanjut sampai lulus, LSM. Ya…(ketawa jahat) Jika aku punya
modal,mungkin aku sudah ikut parpol dan menikam banyak lagi orang sekitar.
Prapto: kamu
kotor!
Guru: tidak!
Prapto: Ya…
Guru: TIdak,
tapi kita yang kotor.
Prapto: TIdak…!!
Apa, bisa kamu ulang?
Guru: Kita orang2 kotor…di bangku belajar
saja kita sudah berebut kekuasaan. Menghasut itu makanan sehari-hari. Setelah
sari2nya sudah kita sedot, kita buang ampasnya. Lawan2 kitapun bosan akan
tikaman. Sadarlah, politik kita ini belum dewasa.
Prapto: aku orang yang dewasa, pandai, terhormat.
Aku akan lakukan apa saja agar bisa disebut orang baik.
Musik hidup, masuk orang2 rapi dengan pakaian rapi yang
menggambarkan pejabat. Mereka menari serempak secara bersamaan. Ikut pula Prapto
di sana. Setelah musik selesai , guru mulai ngetes mereka. guru menggunakan
papan dan alat tulis yang di bawah ke panggung bagian paling depan. Dia menulis
angka 1+1 = dengan sangat besar. Para pejabat itu ngantri nunggu giliran.
Pejabat pertama nulis angka 7 yang seakan nulis angka 2.
Guru: tulisanmu buruk sekali. coba kita
perhatikan… (dengan heran) apa? Ini angka tujuh? Coba ganti kamu (menunjuk
pejabat yang lain)
Pejabat berikutnya menulis angka 0 yang awal melengkungnya
seperti mau nulis angka 2
Guru: waduh…kamu
ini gimana? Berikutnya
Pejabat selanjutnya nulis angka 8 yang berhenti sejenak di dua
lengkungan awal (lengkungan dari kepala atas mengikuti jalur ke kanan
danberhenti sampai bawah/separuh hingga membentuk angka 2) lalu melanjutkannya
hingga menjadi angka 8
Guru: waduh…kenapa menjadi angka delapan?
Sekarang kamu (menunjuk Prapto)
Prapto menulis angka sebelas.
Guru: kenapa
kamu menulis angka ini?
Pengimis: kamu sendiri yang bilang, kita ini
manipulator. Maka dari itu hal yang sebenarnya menjadi tidak benar di sini.
Guru: kalian semua benar2 tidak berguna.
(menunjuk penonton) Kalian semua jadilah orang yang berguna bagi negeri
(berlanjut dengan menangis) negeri ini butuh orang2 jujur dan ikhlas, aku
mohon…
Prapto: (mengeluarkan uang dari kantongnya) cukup
sudah omong kosongmu! Dengan ini akan ku ubah (menunjuk semua actor yang ada di
panggung) kalian semua.
Lampu mati dan suara tawa dari Prapto itu terus berlanjut.
Lampu hidup dan semua orang berpenampilan seperti pemulung, pengemis,
gelandangan, dsb. Hanya Prapto yang justru masih berpenampilan rapi ala
pejabat.
Prapto: hwahaaahaha…(lampu
kmbali mati dan selesai)
Tweet
Posting Komentar